Minahasa Utara – Dalam upaya menjaga netralitas perangkat desa selama Pemilu dan Pilkada, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Minahasa Utara terus melakukan berbagai langkah. Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa, Waldi Mokodompit, menggelar konsultasi penting ke Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa, khususnya dengan Direktorat Fasilitasi Penataan dan Administrasi Pemerintahan Desa. Jumat, (2/8/2024).
Konsultasi ini diterima langsung oleh Zhikrie Azwary, S.STP, M.Si, yang menegaskan bahwa profesi Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dilarang keras terlibat dalam kegiatan politik praktis, baik dalam Pemilu maupun Pilkada.
“Terlibatnya perangkat desa dalam politik praktis tidak hanya melanggar hukum, tapi juga dapat memicu konflik kepentingan antara perangkat desa dengan masyarakat. Hal ini berpotensi mengganggu pelayanan publik dan menciptakan ketidakstabilan serta ketidakharmonisan di tingkat desa, terutama selama periode Pemilu dan Pilkada,” ujar Azwary dengan tegas.
Ia juga menekankan, selain larangan politik praktis, kepala desa dan perangkat desa juga dilarang keras membuat program yang berbau politik, termasuk menyisipkan slogan-slogan calon tertentu yang akan maju dalam Pemilihan Serentak. “Sudah jelas, perangkat desa tidak boleh terlibat politik dalam pelaksanaan Pemilu dan Pilkada,” tambahnya.
Lebih lanjut, Azwary merinci aturan-aturan hukum yang mengatur larangan ini, sebagai berikut:
1. Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa:
• Pasal 29 huruf (g) Kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik.
• Pasal 29 huruf (j) Kepala desa dilarang ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
• Pasal 51 huruf (g): Perangkat desa dilarang menjadi pengurus partai politik.
• Pasal 51 huruf (j): Perangkat desa dilarang ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
Sanksi bagi yang melanggar:
• Pasal 30 ayat (1) Kepala desa yang melanggar larangan dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
• Pasal 30 ayat (2): Jika sanksi administratif tidak dilaksanakan, kepala desa bisa diberhentikan sementara dan berlanjut dengan pemberhentian tetap.
• Pasal 52 ayat (1): Perangkat desa yang melanggar larangan dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
• Pasal 52 ayat (2): Jika sanksi administratif tidak dilaksanakan, perangkat desa bisa diberhentikan sementara dan berlanjut dengan pemberhentian tetap.
Konsultasi ini menegaskan komitmen Bawaslu dan Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa untuk memastikan netralitas perangkat desa dalam menjaga keadilan dan keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
Tinggalkan Balasan